Ahlus-Sunnah
telah mencapai titik kesepakatan bahwa iman adalah keyakinan dalam
hati, ucapan dalam lisan, amal oleh anggota badan; bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
اتفقت
الصحابة والتابعون، فمن بعدهم من علماء السنة على أن الأعمال من الإيمان،
لقوله سبحانه وتعالى : (إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ
اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ .....) إلى قوله (وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ) [الأنفال : ٢-٣] فجعل الأعمال كلها إيمانا، وكما نطق به حديث
أبي هريرة.
وقالوا : إن الإيمان قولٌ وعملٌ وعقيدةٌ، يزيد بالطاعة، وينقص بالمعصية ......
وقالوا : إن الإيمان قولٌ وعملٌ وعقيدةٌ، يزيد بالطاعة، وينقص بالمعصية ......
“Para shahabat, taabi’iin, dan para ulama sunnah setelah mereka telah bersepakat bahwa amal termasuk bagian dari iman berdasarkan firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa : ‘Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah
mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka’
(QS. Al-Anfaal : 2-3). Allah telah menjadikan amal secara keseluruhan
(bagian dari) iman, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah.
Mereka
berkata : ‘Sesungguhnya iman itu perkataan, perbuatan, dan ‘aqiidah;
bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan….” [Syarhus-Sunnah, 1/38-39, tahqiq : Zuhair Syaawiisy & Syu’aib Al-Arna’uth; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 2/1403].
قال
أبو عمر ابن عبد البر في [التمهيد]: أجمع أهل الفقه والحديث على أن
الإيمان قول وعمل، ولا عمل إلا بنية، والإيمان عندهم يزيد بالطاعة وينقص
بالمعصية، والطاعات كلها عندهم إيمان
“Telahberkata Abu ‘Umar Ibnu ‘Abdil-Barr dalam At-Tamhiid : ‘Para ahli fiqh dan ahli hadits telah bersepakat
bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan. Tidak amal kecuali dengan
niat. Iman di sisi mereka dapat bertambah dengan ketaatan, dan berkurang
dengan kemaksiatan. Seluruh amal ketaatan di sisi mereka termasuk
iman” [Al-Iimaan oleh Ibnu Taimiyyah, hal. 208, tahqiq : Al-Albaaniy; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 5/416].
حدثني
أبي رحمه الله حدثنا سريج بن النعمان حدثنا عبدالله بن نافع قال كان مالك
بن أنس يقول الايمان قول وعمل ويقول كلم الله موسى وقال مالك الله في
السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
Telah menceritakan kepadaku ayahku (Ahmad bin Hanbal – Abul-Jauzaa’) rahimahullaahu : Telah menceritakan kepada kami Suraij bin An-Nu’maan[1] : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Naafi’[2],
ia berkata : Maalik bin Anas berkata : ‘Iman adalah perkataan dan
perbuatan, Allah telah berbicara kepada Muusaa, dan Allah berada di atas
langit sedangkan ilmu-Nya – tidak ada sesuatu yang luput dari-Nya”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah, hal. 280
no. 532, tahqiq : Dr. Muhammad bin Sa’iid bin Saalim Al-Qahthaaniy;
Daaru ‘Aalamil-Kutub, Cet. 4/1416 H – sanadnya hasan atau shahih].
حدثني
أبو عبد الرحمن سلمة بن شبيب قبل سنة ثلاثين ومائتين حدثنا عبد الرزاق قال
كان معمر وابن جريج والثوري ومالك وابن عيينة يقولون الايمان قول وعمل
يزيد وينقص قال عبدالرزاق وأنا أقول ذلك الايمان قول وعمل والايمان يزيد
وينقص فان خالفتهم فقد ضللت إذا وما أنا من المهتدين
Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdirrahmaan Salamah bin Syabiib[3] sebelum tahun 230 : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq[4],
ia berkata : “Ma’mar, Ibnu Juraij, Ats-Tsauriy, Maalik, dan Ibnu
‘Uyainah berkata : ‘Iman adalah perkataan dan perbuatan; (dapat)
bertambah dan berkurang”. ‘Abdurrazzaaq berkata : “Dan akupun mengatakan
hal itu, yaitu iman adalah perkataan dan perbuatan. Iman (dapat)
bertambah dan berkurang. Apabila aku menyelisihi mereka, sungguh aku
telah tersesat dan aku bukan termasuk orang-orang yang diberi petunjuk”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah, hal. 342-343 no. 726; shahih].
حدثنا
محمد بن عبد الرحمن حدثني أبو أحمد حاتم بن عبد الله الجهاري، قال: سمعت
الربيع بن سليمان يقول: سمعت الشافعي يقول: الإيمان قول وعمل يزيد بالطاعة
وينقص بالمعصية، ثم تلا هذه الآية: وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا
إِيمَانًا المدثر 31 الآية
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdirrahmaan : Telah
menceritakan kepadaku Abu Ahmad Haatim bin ‘Abdillah Al-Jihaariy, ia
berkata : Aku mendengar Ar-Rabii’ bin Sulaimaan[5]
berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : “Iman adalah perkataan
dan perbuatan. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena
(melakukan) kemaksiatan”. Kemudian ia (Asy-Syaafi’iy) membaca ayat ini :
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya’ (QS. Al-Mudatstsir : 31)” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’, 9/114-115; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 1/1409].
وأخبرنا
أبو بكر المروذي قال : سمعت أبا عبد الله يقول : قال الله عز وجل :
(فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ
فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ) وقال تعالى : (وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ
وَآتُوا الزَّكَاةَ). وقال : هذا الإيمان. ثم قال أبو عبد الله : فالإيمان
قول وعمل.
Dan telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Marwadziy, ia berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah berkata : “Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama’.[6] Allah ta’ala juga berfirman : ‘Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat’[7]; lalu ia (Ahmad) berkata : ”Inilah iman !. Iman adalah perkataan dan perbuatan” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah, 3/589 no. 1035, tahqiq : Dr. ’Athiyyah Az-Zahraaniy; Daarur-Rayyah, Cet. 1/1410 - shahih].
وأخبرنا
أبو بكر المروذي وعبد الملك الميموني وأبو داود السجستاني وحرب بن إسماعيل
الكرماني ويوسف بن موسى ومحمد بن أحمد بن واصل والحسن بن محمد، كلهم يقول :
إنه سمع أحمد بن حنبل قال : الإيمان : قول وعمل يزيد وينقص.
Dan telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Marwadziy, ‘Abdul-Malik Al-Maimuuniy[8], Abu Daawud As-Sijistaaniy[9], Harb bin Ismaa’iil Al-Kirmaaniy[10],
Yuusuf bin Muusaa, Muhammad bin Ahmad bin Waashil, dan Al-Hasan bin
Muhammad; semuanya berkata bahwasannya mereka mendengar Ahmad bin Hanbal
berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan
berkurang” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah, 3/582 no. 1010; shahih].
Dalil-dalil yang mereka (para ulama salaf) pakai untuk membangun ‘aqidah ini antara lain adalah :
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ طُوبَى لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ
“Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik” [QS. Ar-Ra’d : 29].
وَأُدْخِلَ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ تَحِيَّتُهُمْ
فِيهَا سَلامٌ
“Dan
dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal shalih ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya
dengan seijin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu
ialah ‘salaam" [QS. Ibraahiim : 23].
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal” [QS. Al-Kahfiy : 107].
Allah ta’ala dalam
ayat-ayat di atas telah menggandengkan antara iman dan amal sehingga
dua hal ini sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Bahkan, Allah ta’ala telah berfirman bahwa manusia akan dimasukkan ke dalam surga dengan sebab amal-amal yang mereka kerjakan.
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan” [11] [QS. Az-Zukhruf : 72].
حَدَّثَنَا
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِيمَانُ
بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ
الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
Telah
menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb : Telah menceritakan kepada
kami Jariir bin Suhail, dari ‘Abdullah bin Diinaar dari Abu Shaalih,
dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Iman
itu ada tujuh puluh, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama
adalah perkataan : Laa ilaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak
disembah selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah salah satu cabang dari iman” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 35].
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ ح و
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ كِلَاهُمَا عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ
بْنِ شِهَابٍ وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ
بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ
إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ قَدْ
تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا
عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ
وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan
kepada kami Wakii’, dari Sufyaan. Dan telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah; keduanya (Sufyaan dan
Syu’bah) dari Qais bin Muslim, dari Thaariq bin Syihaab – dan ini adalah
hadits Abu Bakr - , ia (Thaariq) berkata : Orang pertama yang
berkhutbah pada hari raya (‘Ied) sebelum shalat didirikan adalah Marwan.
Lalu seorang lelaki berdiri dan berkata kepadanya : "Shalat (‘Ied)
hendaklah dilakukan sebelum membaca khutbah". Marwan menjawab :
"Sungguh, khutbah ini telah ditinggalkan". Kemudian Abu Sa’iid berkata :
"Adapun orang ini telah menunaikan kewajibannya. Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : ‘Barangsiapa
di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia cegah dengan
tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu
juga, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 49].
Dua
hadits di atas memberi faedah bahwa iman mempunyai beberapa cabang dan
tingkatan yang tidak sama kedudukannya. Begitu pula keadaan pemiliknya.
Ada yang keimanannya tinggi (kuat), ada pula yang keimanannya rendah
(lemah). Dan perkataan serta perbuatan termasuk bagian dari iman.
Para ulama telah menjelaskan bahwa perkataan itu terdiri dari perkataan hati dan anggota badan (lisan). Begitu juga dengan perbuatan, ia terdiri dari perbuatan hati dan anggota badan.
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
والمقصود هنا أن من قال من السلف: الإيمان قول وعمل، أراد قول القلب واللسان وعمل القلب والجوارح
“Dan yang dimaksudkan di sini dari perkataan salaf : ‘qaulun wa ‘amalun (perkataan dan perbuatan)’; yaitu perkataan hati dan lisan, serta amal hati dan anggota badan” [Al-Iimaan, hal. 137, takhriij : Al-Albaaniy; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 5/1416].
ومن أصول أهل السنة أن الدين والإيمان قول وعمل ، قول القلب واللسان وعمل القلب واللسان والجوارح
“Dan
termasuk prinsip pokok Ahlus-Sunnah bahwasannya agama dan iman adalah
perkataan dan perbuatan. Perkataan hati dan lisan, serta amal hati,
lisan, dan anggota badan” [Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah – melalui At-Tanbiihaat Al-Lathiifah oleh ‘Abdurrahmaan As-Sa’diy, hal. 89; Daaruth-Thayyibah, Cet. 1 /1414].
Asy-Syaikh As-Sa’diy memberikan komentar terhadap perkataan Ibnu Taimiyyah di atas sebagai berikut :
قد
دل الكتاب والسنة على ما قاله الشيخ ، وأجمع على ذلك سلف الأمة ، فكم من
آية قرآنية وأحاديث نبوية أطلقت على كثير من الأقوال والأعمال اسم الإيمان ،
فالإيمان المطلق يدخل فيه جميع الدين ، ظاهره وباطنه ، أصوله وفروعه ،
ويدخل فيه العقائد التي يجب اعتقادها في كل ما احتوت عليه من هذا الكتاب ،
ويدخل أعمال القلوب كالحب لله ورسوله.
والفرق
بين أقوال القلب وبين أعماله: أن أقواله هي العقائد التي يعترف بها القلب
ويعتقدها ، وأما أعمال القلب فهي حركته التي يحبها الله ورسوله ، وضابطها
محبة الخير وإرادته الجازمة ، وكراهية الشر والعزم على تركه ، وهذه الأعمال
القلبية تنشأ عنها أعمال الجوارح ، فالصلاة والزكاة والصوم والحج والجهاد-
من الإيمان ، وبر الوالدين وصلة الأرحام والقيام بحقوق الله وحقوق خلقه
المتنوعة- كلها من الإيمان. وكذلك الأقوال؛ فقراءة القرآن وذكر الله
والثناء عليه والدعوة إلى الله والنصيحة لعباد الله وتعلم العلوم النافعة -
كلها داخلة في الإيمان
“Sesungguhnya yang dikatakan Syaikhul-Islaam telah ditunjukkan dalilnya melalui Al-Kitaab dan As-Sunnah. Dan salaful-ummah pun
telah bersepakat akan hal itu. Betapa banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi yang memutlakkan kebanyakan dari perkataan dan
perbuatan dalam nama iman. Iman mutlak (al-iimaanul-muthlaq) masuk padanya semua urusan agama, baik yang dhaahir maupun baathin,
pokok maupun cabangnya. Dan masuk pula padanya i'tiqad-i'tiqad yang
wajib diyakini dari setiap yang terkandung dalam kitab ini. Dan masuk
pula padanya amal-amal hati seperti : cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Perbedaan
antara perkataan-perkataan hati dengan amal-amal hati adalah :
Bahwasannya perkataan-perkataan hati adalah i'tiqad-i'tiqad yang
diketahui dan diyakini oleh hati. Sedangkan amal-amal hati adalah
gerakan hati dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketentuannya adalah,
mencintai dan keinginan yang pasti akan kebaikan, serta kebencian
terhadap kejelekan dan keinginan yang kuat untuk meninggalkannya. Inilah
yang disebut amal-amal hati yang kemudian mendorong amal-amal anggota
badan, seperti : shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad – dimana hal
termasuk iman. Berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahim,
menegakkan hak-hak Allah dan makhluk-Nya yang bermacam-macam; kesemuanya
termasuk iman. Begitu juga dengan perkataan-perkataan. Membaca
Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah, memuji-Nya, berdakwah/menyeru di
jalan Allah, menasihati sesama manusia, serta belajar ilmu-ilmu yang
bermanfaat – kesemuanya juga termasuk iman” [At-Tanbiihaat Al-Lathiifah, hal. 89-90].[12]
Allah ta’ala telah berfirman tentang keadaan orang-orang yang bertambah keimanannya :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal”[13] [QS. Al-Anfaal : 2].
Dan ketika dikatakan iman dapat bertambah (dengan ketaatan), maka ia pun dapat berkurang (dengan kemaksiatan).
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا أَبُو مَالِكٍ عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ
حِرَاشٍ عَنْ حُذَيْفَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ عَرْضَ الْحَصِيرِ
فَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَتْ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ وَأَيُّ
قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَتْ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ حَتَّى يَصِيرَ
الْقَلْبُ عَلَى قَلْبَيْنِ أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا لَا يَضُرُّهُ
فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَالْآخَرِ أَسْوَدَ
مُرْبَدٍّ كَالْكُوزِ مُخْجِيًا وَأَمَالَ كَفَّهُ لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا
وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun[14] : Telah menceritakan kepada kami Abu Maalik[15], dari Rib’iy bin Hiraasy[16], dari Hudzaifah, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Fitnah
dibentangkan di hati seperti dibentangkannya tikar. Setiap hati yang
mengingkarinya maka diberi satu titik putih dan setiap hatinya
menyerapnya maka diberi satu titik hitam, hingga hati pun menjadi dua
macam : (1) hati putih seperti benda jernih dimana fitnah tidak akan
membahayakannya selama langit dan bumi masih ada, dan yang lainnya (2)
hati hitam berdebu seperti panci kotor - beliau memiringkan telapak
tangan - ia tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran
kecuali sesuatu yang terserap dari hawa nafsunya" [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/386; shahih. Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 144].
Hadits Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu di
atas menjelaskan tentang naik turunnya iman dalam hati seorang manusia.
Ketika seseorang mengerjakan amal ketaatan dengan menolak fitnah, maka
akan ditambah titik putih dalam hatinya. Sebaliknya, jika ia seseorang
mengerjakan kemaksiatan dengan menerima dan mengikuti fitnah, maka akan
ditambah titik hitam dalam hatinya. Banyak sedikitnya amal ketaatan dan
kemaksiatan akan mempengaruhi dominasi titik putih dan hitam dalam
hatinya. Siapa yang Allah ta’ala rahmati untuk dimudahkan
mengerjakan amal-amal ketaatan, maka hatinya akan putih bersih karena
terkumpulnya cahaya iman. Merekalah orang-orang yang beruntung…..
Siapapun
yang menetapkan bahwa amal/perbuatan termasuk bagian dari iman dan iman
bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan; maka
ia berlepas diri dari ‘aqidah Murji’ah dari awal hingga akhirnya.
Al-Imam Al-Barbahaariy rahimahullah berkata :
ومن قال الإيمان قول وعمل يزيد وينقص فقد خرج من الإرجاء كلِّه، أوَّله وآخره.
“Barangsiapa
yang berkata : ‘Iman itu perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan
berkurang’; sungguh ia telah berlepas diri dari pemahaman irja’ secara keseluruhan, dari awal hingga akhirnya” [Syarhus-Sunnah, hal. 129, tahqiq : ‘Abdurrahmaan bin Ahmad Al-Jumaiziy; Maktabah Daaril-Minhaaj, Cet. 1/1426 H].
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang mengatakan : ‘iman itu bisa bertambah dan berkurang’ , maka beliau menjawab :
هذا برئَ من الإرجاء.
“Orang ini telah berlepas diri dari (bid’ah) irjaa’“ [As-Sunnah oleh Al-Khalaal 3/581 no.1009].
Selebihnya dari permasalahan meninggalkan amal-amal dhaahir/jawaarih, maka itu termasuk khilaf yang terjadi di kalangan ulama Ahlus-Sunnah.[17]
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya. Baca pula artikel ini.
[abu al-jauzaa’ – menjelang akhir sya’baan 1431 H].
[1] Suraij bin An-Nu’maan bin Marwaan Al-Jauhariy, Abul-Hasan (atau Abul-Husain) Al-Baghdaadiy; seorang yang tsiqah, sedikit melakukan kekeliruan. Wafat tahun 117 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 366 no. 2231].
[2] ‘Abdullah bin Naafi’ bin Abi Naafi’ Ash-Shaaigh Al-Makhzuumiy, Abu Muhammad Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, shahiihul-kitaab, namun pada hapalannya terdapat kelemahan (layyin). Wafat tahun 206 H [idem, hal. 552, no. 3683].
[3] Salamah bin Syabiib Al-Mas’amiy An-Naisaabuuriy; seorang yang tsiqah. Wafat tahun 240-an H [idem, hal. 400 no. 2507].
[4] ‘Abdurrazzaaq bin Hammaam bin Naafi’ Al-Humairiy Al-Yamaaniy, Abu Bakr Ash-Shan’aaniy; seorang yang tsiqah lagi haafidh, penulis terkenal, mengalami kebutaan di akhir umurnya sehingga hapalannya berubah. Wafat tahun 211 H [idem, hal. 607 no. 4092].
[5] Ar-Rabii’ bin Sulaimaan bin Daawud Al-Jiiziy, Abu Muhammad Al-Azdiy; seorang perawi yang tsiqah. Wafat tahun 256 H [idem, hal. 320 no. 1903].
[6] QS. At-Taubah : 11.
[7] QS. Al-Baqarah : 43.
[8] ‘Abdul-Malik bin ‘Abdil-Hamiid bin ‘Abdil-Hamiid bin Maimuun bin Mihraan Al-Jazariy, Abul-Hasan Al-Maimuuniy; seorang yang tsiqah lagi mempunyai keutamaan. Wafat tahun 274 H [Taqriibut-Tahdziib, hal. 624 no. 4218].
[9] Sulaimaan bin Al-Asy’ats bin Ishaaq bin Basyiir bin Syaddaad Al-Azdiy As-Sijistaaniy, Abu Daawud; seorang yang tsiqah, haafidh, penulis kitab Sunan dan yang lainnya. Wafat tahun 275 H [idem, hal. 404, no. 2548].
[10] Harb bin Ismaa’iil Al-Kirmaaniy, Abu Muhammad; seorang imam, al-‘allamah, dan faqiih. Wafat tahun 280 H [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 13/244-245 no. 127].
[11] Ibnu Katsiir rahimahullah saat mengomentari ayat ini berkata :
أي
: أعمالكم الصالحة كانت سببا لشمول رحمة الله إياكم، فإنه لا يدخل أحدًا
عمله الجنة، ولكن بفضل من الله ورحمته. وإنما الدرجات تفاوتها بحسب عمل
الصالحات.
“Yaitu : amal-amal shaalih kalian yang menjadi sebab kalian
diliputi rahmat. Karena, tidak ada seorang pun yang masuk surga karena
amalnya semata, akan tetapi (ia masuk surga) karena rahmat dan karunia
Allah. Hanya saja perbedaan derajat dapat diperoleh berdasarkan
amal-amal shaalihnya” [Tafsir Ibni Katsiir, 7/239-240].
[12] Perkataan beliau ini menjelaskan kekeliruan sebagian orang yang hanya mengartikan amal dalam iman adalah amal anggota badan/jawaarih.
[13] Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وقد
استدل البخاري وغيره من الأئمة بهذه الآية وأشباهها، على زيادة الإيمان
وتفاضله في القلوب، كما هو مذهب جمهور الأمة، بل قد حكى الإجماع على ذلك
غير واحد من الأئمة، كالشافعي، وأحمد بن حنبل، وأبي عبيد، كما بينا ذلك
مستقصى في أول الشرح البخاري، ولله الحمد والمنة.
“Al-Bukhaariy
dn yang lainnya dari kalangan imam telah berdalil dengan ayat ini dan
yang semisalnya, akan bertambahnya iman dan tingkatannya di dalam hati
yang berbeda-beda – sebagaimana madzhab jumhur umat. Bahkan telah
dikatakan terjadi ijma’ (kesepakatan) atas hal itu oleh lebih dari
seorang dari kalangan para imam, seperti : Asy-Syaafi’iy, Ahmad bin
Hanbal, dan Abu ‘Ubaid – sebagaimana telah kami jelaskan secara panjang
lebar di awal syarh Al-Bukhaariy. Wa lillaahil-hamd wal-minnah” [Tafsiir Ibni Katsiir, 4/12].
[14] Yaziid bin Haaruun bin Zaadziy/Zaadzaan bin Tsaabit As-Sulamiy Abu Khaalid Al-Waasithiy; seorang yang tsiqah, mutqin, lagi ‘aabid (117/118-206 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1084 no. 7842].
[15] Ia adalah Sa’d bin Thaariq bin Usyaim Abu Maalik Al-Asyja’iy; seorang yang tsiqah (w. akhir tahun 140 H). Dipakai oleh Muslim dalam Shahih-nya [idem, 369 no. 2253].
[16] Rib’iy bin Khiraasy bin Jahsy bin ‘Amru bin ‘Abdillah Al-Ghaththafaaniy Abu Maryam Al-Kuufiy (); seorang yang tsiqah lagi ‘aabid (w. 100/101/104 H). Dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [idem, hal. 318 no. 1889].
[17] Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya sebagai berikut :
العُلماءُ
الذينَ قَلوا بعدم كُفْرِ مَنْ تَرَكَ أَعمالَ الْجوارح - مع تَلَفُّظِهِ
بالشهادتين، ووجودِ أصلِ الْإيمان القلبي؛ هل هم من المُرجئة ؟!
“Ulama yang berpendapat tidak kafirnya orang yang meninggalkan amal-amal jawaarih (anggota badan) yang bersamaan dengan orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat dan keberadaan ashlul-iimaan di hatinya; apakah mereka (ulama tersebut) termasuk golongan Murji’ah ?”.
Beliau menjawab :
هذا
من أهل السنة والجماعة؛ فمن ترك الصيام، أو الزكاة، أو الحج : لا شك أڽَّ
ذلك كبيرة عند العلماء؛ ولكن على الصواب : لا يكفر كفرا أكبر.
أما تركُ الصلاة : فالراجح : أنه كافر كفرا أكبر إذا تعمد تركها.
وأما تركُ الزكاة والصيام والحج : فإنه كفر دون كفر.
أما تركُ الصلاة : فالراجح : أنه كافر كفرا أكبر إذا تعمد تركها.
وأما تركُ الزكاة والصيام والحج : فإنه كفر دون كفر.
“Mereka
ini termasuk Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Barangsiapa yang meninggalkan
puasa, zakat, atau haji; maka tidak diragukan bahwa hal itu termasuk
dosa besar menurut para ulama. Akan tetapi yang benar dalam permasalahan
ini : Tidak dikafirkan dengan kufur akbar (murtad).
Adapun permasalahan meninggalkan shalat, yang raajih : Ia dihukumi kafir akbar apabila sengaja meninggalkannya. Sedangkan meninggalkan zakat, puasa, dan haji; maka ia adalah kufrun duuna kufrin (kufur ashghar)” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 28/144-145].
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2010/08/amal-dan-iman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar